Timbul pertanyaan yang sering aku lontarkan pada diriku sendiri selama beberapa waktu terakhir, sebuah pertanyaan dimana menunjukan sifat asli seseorang.
Betapa egoisnya diriku, dirimu, bahkan mereka. Memilih pergi jauh ratusan kilometer bahkan melintasi Samudra demi sebuah kualitas.
Pernahkah kita sekali saja mengesampingkan ego yang menuntun kita pada kebutaan hati, demi sebuah kepuasan gengsi.
Semua keegoisan yang tertanam dalam hati ini, harus dibayar mahal dengan kerinduan yang tak terbendung.
Kadang Ibu bertanya "Bagaimana kabarmu ?". Dada sesak menampung rindu, membanjiri pikiran dan kalbu.
Kadang hati menumbangkan ego, memaksa kita menyerah pada keadaan ini, memaksa kita kembali didekapan Ibunda tercinta.
Tapi percayalah Ibuku, keegoisanku semata ini agar engkau bisa tersenyum dikemudian hari, hari ketika seutas tali dipindahkan dari kiri ke kanan.
Hari dimana anakmu berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu. Duduklah ibuku, biarkan tulang-tulang yang sudah tidak kokoh itu beristirahat, setelah perjuangan tanpa henti hingga dapat mengantarkanku kesini.
Izinkan anakmu membalas sedikit dari apa yang engkau telah berikan padaku, walaupun memang hutangku tak akan terbayar sepenuhnya kepadamu.
- Kenny Rivaldi